|
Rumah Kayu telah Menjadi Puing |
Hari masih gelap ketika aku mendengar suara tapak kaki ncit...ncit... yang hampir tenggelam oleh derasnya hujan membuatku masih terdiam dalam selimut tebal. Aku berusaha membuka mata dan mempertajam pendengaran tapi takut untuk terjaga karena aku memang penakut kalau suasana gelap tambah hujan dan petir.
Kejadian itu terulang tiap pagi meskipun cuacanya hujan deras, Mengapa suara itu jelas terdengar? Karena kamarku kayunya tersambung dengan papan jalan jadi suara apapun yang bersumber di jalan pasti terdengar. aku ingin menanyakan pada suami tapi lupa dan takut paranoid sendiri. sampai akhirnya ketika kami duduk berdua santai di sore hari sambil menikmati pisang goreng beserta pasangannya teh hangat pas banget memang dingin-dingin begini. I Love Rain banget deh ^_^
"Nda, adik koq setiap pagi mendengar suara orang berjalan dengan langkah tegap dan tegas padahal suasananya hujan deras?" tanyaku sambil menggigit pisang.
"Ow, itu suara langkah Pak Bagas yang Muadzin itu lho dek, kenapa?" tanyanya balik.
"Ya, adik kan masih baru di sini dan belum mengenal semua masyarakatnya." Sanggahku.
"Oh iya, Pak Bagas itu yang hampir setiap waktu Shalat mengumandangkan Adzan kah?" tanyaku lagi.
"Iya, dek. Penasaran ya sama beliau?" Kakanda ada cerita menarik mengenai Pak Bagas." Tawarnya setelah minyeruput teh manisnya.
"SubhanAllah, Hmmmm, boleh-boleh siap Nda." Jawabku semangat.
#--------#
Tahun 2010 menjadi tahun yang berat bagi sebagian besar masyarakat Sasari, karena terjadi kebakaran besar yang hampir meluluhlantahkan seluruh bangunan yang terbuat dari kayu tersebut. Pukul 02.00 Wita dini hari, Kampung Sebyar Rejosari gempar oleh teriakan dan hentakan orang-orang berlari berusaha menyelamatkan harta dan nyawa yang terlihat. Dalam hitungan menit rumah-rumah, kios-kios, dan jalanan hangus dilalap si jago merah.
Tangisan pilu, ratapan warga yang kehilangan harta bendanya hingga pingsan, serta kepasrahan akan apa yang terjadi menjadi pemandangan yang tak terperih.
Sebagian besar yang terbakar adalah Rumah-rumah yang dilengkapi dengan kios-kios besar, masyarakatnya makmur dalam hal perdagangan, namun apalah daya rumah kayu itupun habis tak tersisa.
Tidak ada korban Jiwa, namun diperkirakan kerugian materi sebesar ratusan juta. Bagi mereka yang kehilangan pasti akan menyesali bahkan memaki "Tuhan tidak Adil" namun bagi sebagian yang laiin menganggap musibah ini adalah sebuah ujian dan teguran atas kelalaian-kelalaian duniawi.
Sebelum musibah ini terjadi, sebagian besar masyarakatnya terlalaikan oleh kenikmatan dunia tanpa menyeimbangkan dengan ibadah. hiburan tanpa waktu, bermain catur sampai lupa waktu, nongkrong sampai pagi, mendahulukan jual beli bahkan ketika panggilan ibadah dikumandangkan tak terkecuali Pak Bagas.
Bisa dikatakan Pak Bagas adalah pengusaha minyak sukses di Sasari, namun dulunya sering lalai terhadap perintah Shalat. setelah musibah kebakaran ini terjadi, dia mengambil hikmah dan pelajaran sebagai ujian menuju taubat. oleh karena itu saat ini selalu menjadi yang terdepan saat waktu Shalat belum tiba, menjadi muadzin dengan suara khasnya, dan aktif dalam kegiatan masjid. Dia berusaha bangkit dengan bisnis Burung Nuri dan Istrinya menjadi penjual kue yang juga terkenal enak.
"Gimana dek? menginspirasi tidak?" Tanya suami sambil memandangku lekat.
"Hmm, dari kisah tadi adek bisa mengambil kesimpulan bahwa dalam menghadapi musibah ada dua tipe manusia ya. pertama, manusia yang hanya bisa mengeluh dan menganggap Tuhan tidak adil dan kedua, manusia yang mengambil pelajaran postif serta berusaha bangkit, bahkan musibah menjadi pintu taubat bagi mereka yang jauh dari-Nya menjadi lebih dekat dengan-Nya serta menganggap pertolongan Tuhan itu dekat bagi yang berusaha." Paparku dengan senyuman yang disambut dua jempol suami tanda sepakat.
Adzan maghrib berkumandang, kami bangkit untuk mengambil air wudhu