Jumat, 23 Februari 2018

Membaca sambil Berliterasi Melalui “Sabu-Sabu”



Acc Setelah Dibina
 
Contoh Hasil Resensi Novel Siswi 8B















“Buku adalah Jendela Ilmu”, ungkapan tersebut sepertinya sudah menjadi tulisan tanpa makna bagi sebagian besar peserta didik di Indonesia. Dilansir dari tirto.id (11/8/17), presenter Najwa Shihab membandingkan minat baca masyarakat Eropa atau Amerika khususnya anak-anak yang dalam setahun bisa membaca hingga 25-27 persen buku, sedangkan Indonesia hanya 0,01 persen pertahunnya.
Menumbuhkan minat baca peserta didik menjadi tantangan tersendiri bagi guru zaman now terkait perkembangan teknologi digital yang semakin maju, dampaknya para peserta didik lebih suka membaca status di sosmed, menonton video dengan tema bebas, hingga kecanduan game online. Buku, koran, dan majalah tesisihkan oleh tulisan yang bersifat online hingga akhlakpun tergeser oleh fenomena tingkah laku aktor dan aktris dari tayangan televisi yag kurang mendidik.
Saat ini kemendikbud mengadakan program GLS (Gerakan Literasi Sekolah) yang mengharapkan ada kegiatan membaca buku di awal pembelajaran selama 15 menit, kemudian peserta didik menuliskan inti dari apa yang telah dibaca atau memberikan komentar. Namun program ini belum bisa berjalan di sekolah kami karena terkendala inventaris jumlah buku yang ada di Perpustakaan terlebih lagi buku yang bergenre novel, cerpen maupun pengembangan diri, bahkan buku pelajaran masih stok lama.
Saya ingin sekali menggalakkan Sabu-Sabu. Mungkin banyak yang penasaran apa itu sabu-sabu? Sabu-sabu  memiliki makna satu bulan satu buku. Maksudnya adalah dalam waktu satu bulan, peserta didik diberikan tugas untuk membaca satu buku dengan genre bebas selama satu bulan, kemudian menuliskan kembali dalam bentuk resensi atau ulasan.
Tahun ini saya diberi kesempatan mengajar Bahasa Indonesia kelas VIII meskipun satu kelas, saya tidak menolak, dan saya  tetap bersyukur karena ini tantangan buat saya untuk mempelajarinya dan bagaimana cara mengajarkannya kepada pserta didik saya agar difahami. Semester II ini ada materi tentang teks ulasan atau resensi. Menurut saya sangat tepat untuk menerapkan sabu-sabu di kelas.
Tentunya tidak mudah karena sebagian besar peserta didik tidak memiliki buku, wah ini hambatan pertama yang saya alami. Kemudian saya tawarkan mereka untuk meminjam novel dari teman, jika mendesak tidak ada, maka saya memberikan pinjaman buku novel. Sebelum mereka mempraktekkan membuat teks ulasan tentunya saya memberikan teori dan konsep yang ada, memberitahukan tata bahasa dalam penulisan teks ulasan sehingga saya juga bisa belajar untuk memperbaiki teks ulasan yang pernah saya buat sebelumnya.
Kegiatan ini tentu tidak berjalan mulus karena mereka kebinggungan membuat bagian orientasi atau  paragraf pembuka, sedangkan tafsiran, evaluasi, dan rangkuman dari buku yang mereka baca sehingga secara bertahap bisa difahami secara perlahan. Tentunya dalam pembuatan teks ulasan ini mereka tidak langsung selesai dalam menuliskannya. Setiap seminggu dua kali sebelum melanjutkan materi selanjutnya, saya membaca karya mereka dan mengamati kelebihan dan kekurangannya sehingga menjadi teks ulasan yang sesuai aturan. Saya pantau mana siswa lancar maupun kesulitan dalam mengulas suatu buku yang mereka baca.
Dengan begitu, mereka akan berinisiatif untuk meminjam buku dan membacanya, setelah itu diulas supaya lebih memahami isinya dan bisa dijadikan referensi bagi orang lain yang ingin membaca buku serupa. Hingga waktu dua minggu berjalan sudah ada sepuluh siswa yang menyelesaikan resensisya. Hasilnya memang belum sebagus  reviewer professional namun usaha mereka yang patut dihargai. Saya yakin jika sabu-sabu  bisa diterapkan secara bertahap dengan pemberian reward yang sesuai, serta kerjasama dari seluruh jajaran sekolah, ke depannya buku bisa lebih dicintai.
Penugasan membuat teks  ulasan ini selain menumbuhkan minat baca peserta didik, juga sebagai bagian dari pembelajaran literasi untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama, sehingga memberikan dampak signifikan bagi pembelajaran di kelas.
Cpoersurya, Kamis 01 Februari 2018
Catatan: Tulisan ini dimuat di Citizen Reporter Edisi Hari Kamis, 01 Februari 2018 dan surabaya.tribunnews.com