Senin, 29 September 2014

Renungan Hujan

 Oleh: Zaqia Nur Fajarini

Tulisan ini saya buat ketika mengabdi di sebuah pulau kecil di Papua Barat, saat yang semangat untuk menekan tuts keyboard laptopku dan baru sempat saya posting di blog, semoga bermanfaat

Hujan gerimis dan dinginnya bumi pagi ini mengajakku untuk merenungkan tentang apa yang telah dilakukan selama ini, sudahkah saya memaksimalkan otak untuk berfikir selangkah lebih maju? Banyak peluang yang terabaikan hanya untuk melamun meratapi diri. Untuk apa terpuruk lama dalam kedukaan, jika kita tahu setelah mendung pasti kan cerah kembali pertanda setelah kedukaan pasti ada kebahagiaan, setelah keterpurukan pasti kan datang kejayaan, setelah kegagalan pasti ada kesuksesan, mengutip Al-Quran Surah Al Insyirah ayat 5-6 yang berbunyi “Maka setelah kesulitan pasti ada kemudahan”. Jelas sekali Allah meyakinkan hamba-NYA supaya bangkit dan sabar manjalani kehidupan. Roda kehidupan terus bergulir hingga ruh telah tercabut dari jiwa yang hidup, oleh karena itu jangan pernah enggan untuk maju, untuk menorehkan karya-karya positif kita di atas lembaran kertas putih ini. 

Bukankah hidup akan terasa flat (datar) dan biasa saja apabila kesedihan dan kebahagiaan tidak saling beriringan? Bangkitlah dan segeralah berkarya karena hanya dengan berkarya menandakaan keberadaan diri dan existansi diri, melalui karyalah yang dapat mengeliminasi mendung dalam diri kita serta mampu melegakan jiwa yang dirundung rindu untuk sebuah kejayaan masa lalu, bukankah manusia tidak ada kata puas dalam hidupnya? Setelah mendapatkan sesuatu, maka bertambahlah keinginan untuk memiliki sesuatu yang lebih tinggi lagi, itu adalah sifat lumrah yang manusiawi namun saat ini banyak yang salah menafsirkan ketidakpuasan. 

Di zaman globalisasi saat ini ketidakpuasan lebih ditonjolkan pada kekayaan finansial, jabatan, dan kekuasaan. Contohnya anak yang merengek minta mainan yang mahal karena temannya memilikinya, ibu-ibu yang tidak puas dengan kemewahan rumah masih ingin membeli vila supaya tetangganya tidak bisa menandingi, seorang ayah yang ingin memiliki jabatan tertinggi di tempat kerjanya, dll. Mengapa kita tidak bersaing dalam hal ilmu dan ibadah yang lebih bermanfaat dan mendapat pahala? Dunia memang telah melenakan manusia sehingga jauh dan lupa dengan Tuhannya, maka Ghazwul Fikri harus dilakukan sebelum semua terlambat. Bukan perang dalam hal senjata, namun perang dengan 3 F (Fashion, fun, and food) dan 5 S (Song, sex, sport, science, and shopping) yang berdampak negatif bagi generasi muda saat ini. Semakin majunya teknologi bisa berakibat baik dan buruk, namun saat ini manusia dituntut untuk mengikuti perkembangan teknoogi jika tidak mau dikatakan gaptek (gagap teknologi) atau orang udik, bahkan balita usia 2 tahun sudah melek teknologi, sudah bisa bermain game, akibatnya hiburan semakin tidak terkontrol, manusia dijadikan malas dalam segala hal dan menurunlah moral bangsa. 

Teknologi yang berkembang di era globalisasi ini ketika dimanfaatkan dengan baik, maka akan memotivasi kita untuk meningkatkan potensi diri karena semua telah terhidang di tangan kita. Ketika penulis ingin mencari referensi pelengkap tulisan, murid ingin memperoleh informasi tentang tugasnya, ibu-ibu mencari menu masakan yang inovatif, bapak-bapak yang ingin mencari kolega dan mencari informasi tentang dunia kerjanya mudah saja tinggal klik google, kompas.com, detik.com, okezone.com, vivanews.com, dll. Tidak ada kata untuk mundur, putus asa, dan ragu demi terwujudnya cita-cita dan katakan mulai saat ini “Saya Bersemangat” untuk merealisasikan mimpi yang tertunda, menciptakan sebuah karya, dan mempersembahkan prestasi.

 Jangan pernah berpuas diri terhadap prestasi yang dimiliki, ciptakan karya-karya yang lebih banyak, sertu wujudkan asa. Jangan pernah berpuas diri terhadap ilmu karena ilmu yang kita miliki menjadikan derajat kita tinggi di mata Allah SWT dan ilmu yang bermanfaatlah yang akan kita bawa hingga yaumul hisab kelak. Keep spirit and motivation whenever ¬^_^.

 Rumah Kayu, 30 Juli 2013

Tidak ada komentar: