Senyum Ceria Sang Guru |
Hidup sederhana dan tawadhu' dalam sebuah keterbatasan lingkungan bukanlah penghalang bagi Bapak Yusuf untuk mendidik anaknya menjadi pribadi Sholeh dan Sholehah melalui pendidikan karakter di rumahnya. Bisa dibilang Rumah kayu beliau bagai Pesantren Cahaya yang memancarkan banyak sinar-sinar prestasi.
Tepatnya Tahun 2005 lalu beliau memulai pengabdiannya di sebuah Kampung Terapung Sebyar Rejosari, awalnya semua pasti beranggapan Kampung tersebut berada di Jawa, padahal Kampung ini berada di Papua Barat. Kampung gelap tanpa sinyal dan listrik, tanpa daratan, minim akses dunia luar. Beliau berasal dari sebuah Kampung bernama Poomala di Sulteng, memboyong anak dan istri beliau demi membawa perubahan dalam dunia Pendidikan di Papua Barat tersebut.
Sebagai guru, beliau juga mengharapkan kelak murid-muridnya akan menjadi orang yang berhasil, yang bisa menunjukkan bahwa dia adalah mampu meraih cita-citanya di tengah rendahnya motivasi dan dukungan orangtua. sebagian besar orangtua belum memahami pentingnya pendidikan, yang mereka inginkan adalah anak-anaknya bisa kerja mencari uang untuk hidup.
Tak gentar beliau mengajarkan tentang pengetahuan dunia maupun akhirat, beliau juga menanamkan kedispilinan bagi anak murid dan keluarganya dengan kekuatan mental spiritual, karena bagi Abah dari enam orang anak ini Ilmu yang bermanfaat, amal jariyah, dan anak Sholehlah yang akan menjadi bekal bukan harta. Selain menjadi Guru Bahasa Indonesia, beliau juga menjadi Ulama di Kampung Sebyar, mengajar ngaji, Tahfidz Qur'an, mengajarkan ilmu dunia dan akhirat.
Meskipun saya baru mengenal beliau 1,5 Tahun, namun hal yang paling inspiratif dari beliau selama pengabdiannya di Aranday, yaitu beliau telah berhasil sedikit demi sedikit mengasah pedang yang tumpul menjadi sebuah pedang kemenangan meskipun belum mencapai tingkat Nasional. Tidak sedikit murid-muridnya berlenggang dalam ajang MTQ Tingkat Provinsi Papua Barat, selalu ada bimbingan beliau yang lolos, baik dalam bidang Hafidz Qur'an maupun Tilawah, bahkan ada yang menjadi Juara tingkat Kabupaten Teluk Bintuni.
Oh iya, Distrik Tomu dihuni oleh mayoritas Muslim Asli Papua dan apabila diasah kemampuannya, mereka bisa menunjukkan bahwa anak Papua juga bisa berprestasi. Tak ketinggalan anak-anak beliau menjadi pelita harapan di tengah-tengah pembunuhan karakter ana zaman sekarang akibat tontonan yang tak patut. Setiap anak beliau memiliki potensi dan bakatnya, ada yang menjadi hafidz hampir 3 Juz di usia 10 Tahun (Mumtaz), ada yang jago menggambar meskipun masih TK (Amatullah), ada yang jago tilawah dan Bahasa Inggris (Kholil).
Menurutku, beliau patut disebut sebagai Cahaya dalam Kegelapan Judgement masyarakat tentang anak-anak Papua, Beliau telah menunjukkan bahwa senja belum tentu tidak sempurna, namun perputaran bumilah yang akan merubahnya menjadi cahaya atau gelap kembali.
Tepatnya Tahun 2005 lalu beliau memulai pengabdiannya di sebuah Kampung Terapung Sebyar Rejosari, awalnya semua pasti beranggapan Kampung tersebut berada di Jawa, padahal Kampung ini berada di Papua Barat. Kampung gelap tanpa sinyal dan listrik, tanpa daratan, minim akses dunia luar. Beliau berasal dari sebuah Kampung bernama Poomala di Sulteng, memboyong anak dan istri beliau demi membawa perubahan dalam dunia Pendidikan di Papua Barat tersebut.
Sebagai guru, beliau juga mengharapkan kelak murid-muridnya akan menjadi orang yang berhasil, yang bisa menunjukkan bahwa dia adalah mampu meraih cita-citanya di tengah rendahnya motivasi dan dukungan orangtua. sebagian besar orangtua belum memahami pentingnya pendidikan, yang mereka inginkan adalah anak-anaknya bisa kerja mencari uang untuk hidup.
Tak gentar beliau mengajarkan tentang pengetahuan dunia maupun akhirat, beliau juga menanamkan kedispilinan bagi anak murid dan keluarganya dengan kekuatan mental spiritual, karena bagi Abah dari enam orang anak ini Ilmu yang bermanfaat, amal jariyah, dan anak Sholehlah yang akan menjadi bekal bukan harta. Selain menjadi Guru Bahasa Indonesia, beliau juga menjadi Ulama di Kampung Sebyar, mengajar ngaji, Tahfidz Qur'an, mengajarkan ilmu dunia dan akhirat.
Meskipun saya baru mengenal beliau 1,5 Tahun, namun hal yang paling inspiratif dari beliau selama pengabdiannya di Aranday, yaitu beliau telah berhasil sedikit demi sedikit mengasah pedang yang tumpul menjadi sebuah pedang kemenangan meskipun belum mencapai tingkat Nasional. Tidak sedikit murid-muridnya berlenggang dalam ajang MTQ Tingkat Provinsi Papua Barat, selalu ada bimbingan beliau yang lolos, baik dalam bidang Hafidz Qur'an maupun Tilawah, bahkan ada yang menjadi Juara tingkat Kabupaten Teluk Bintuni.
Oh iya, Distrik Tomu dihuni oleh mayoritas Muslim Asli Papua dan apabila diasah kemampuannya, mereka bisa menunjukkan bahwa anak Papua juga bisa berprestasi. Tak ketinggalan anak-anak beliau menjadi pelita harapan di tengah-tengah pembunuhan karakter ana zaman sekarang akibat tontonan yang tak patut. Setiap anak beliau memiliki potensi dan bakatnya, ada yang menjadi hafidz hampir 3 Juz di usia 10 Tahun (Mumtaz), ada yang jago menggambar meskipun masih TK (Amatullah), ada yang jago tilawah dan Bahasa Inggris (Kholil).
Menurutku, beliau patut disebut sebagai Cahaya dalam Kegelapan Judgement masyarakat tentang anak-anak Papua, Beliau telah menunjukkan bahwa senja belum tentu tidak sempurna, namun perputaran bumilah yang akan merubahnya menjadi cahaya atau gelap kembali.
4 komentar:
itulah mengapa, guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Menginspirasi ya mbak.. :)
iya mbk nurul....perjuangan banget
Niat baik yg telah diembankan kepeda mereka para guru yg telah mengabdikan apa yg mrk punya untuk generasi mendatang dapat di balas kelak, apapun bentuknya, kesehatan dan umur panjang yg bermanfaat. Semoga selallu istiqomah mengemban amanah..aminnn
SubhanAllah mz Rian Putra Amin ya Rabb..terimakasih udah mampir
Posting Komentar