Cover Sekolah |
MUSABAQOH MAKALAH AL QURAN (MMQ)
INTERALISASI NILAI-NILAI AGAMA ISLAM
dalam KELUARGA sebagai PILAR UTAMA KETAHANAN NASIONAL
Disusun oleh :
Laitsa Qirta Umami (0038946473)
YAYASAN SABILAL MUHTADIN
MADRASAH TSANAWIYAH AL HIKMAH CUPEL
Jl. Pantai selatan No. 37.A Ds. Cupel
Kec. Negara Kab. Jembrana Bali (82251)
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
INTERALISASI NILAI-NILAI AGAMA ISLAM
dalam KELUARGA sebagai PILAR UTAMA KETAHANAN NASIONAL
Penyusun:
Laitsa Qirta Umami (0038946473)
Disahkan pada tanggal 15 April 2018
Pembimbing Penulis
Zaqia Nur Fajarini, S.Pd
Laitsa Qirta Umami
NIP. - NIP. -
Mengetahui,
Kepala MTs Al Hikmah
Drs.
Mohammad Sujai
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penelitian yang berjudul ” Interalisasi
Nilai-Nilai Agama dalam Keluarga sebagai Pilar Utama Ketahanan Nasional” ini
dapat sesuai dengan rencana.
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah
untuk diikut sertakan dalam lomba MTQ cabang Musabaqal Makolah Quran Tahun
2018. Karya tulis ini memberikan
gambaran tentang Pentingnya nilai Islam dalam keluarga untuk membentuk
ketahanan nasional.
Karya
ini tidak dapat terselesaikan tanpa kerjasama dari berbagai pihak. Oleh sebab
itu penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1.
Bapak Drs.
Mohammad Sujai selaku Kepala Sekolah MTs Al Hikmah Cupel, yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian.
2.
Ibu Zaqia Nur
Fajarini, S.Pd selaku Guru Pembimbing, yang telah mengarahkan dan
membimbing dalam pembuatan karya.
3.
Ayahanda dan Ibunda tercinta selaku orangtua penulis
yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis selama melaksanakan
pendidikan.
4.
Kepada sahabat-sahabat sealmamater yang selalu
memberikan semangat dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan sehingga sampai
pada penyelesaian pembuatan karya tulis ini.
Atas
bantuan dari berbagai pihak, penulis serahkan hanya kepada kebesaran Allah SWT,
semoga jasa-jasa baiknya mendapatkan balasan yang terbaik, Amin Ya Rabbal
Alamin.
Cupel,
15 April 2018
Penulis
DAFTAR ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara
sosiologis, keluarga merupakan lembaga sosial dasar dari seluruh lembaga sosial
yang berkembang di masyarakat. Sebagai pusat terpenting dari kehidupan
individu, keluarga berperan pertama dalam memberikan pendidikan dan penanaman
nilai-nilai. Secara struktural, keluarga adalah unit terkecil sebagai awal
pendidikan tentang nilai-nilai duniawi dan akhirat bisa ditanamkan (Imanulhaq,
2017). Jika sebuah generasi sejak awal terbiasa melakukan tindakan yang baik,
maka akan menjadikan dirinya sebagai generasi dengan ketahanan yang kuat dalam
menghadapi tantangan dan godaan zaman globalisasi.
Keluarga
diyakini sebagai awal terbentuknya dinamika sosial di tengah masyarakat.
Kehadiran keluarga sebagai satu kesatuan dari suami, istri, dan anak merupakan
sistem terkecil yang menghadirkan
pola hubungan interpersonal dan berpengaruh terhadap hubungan secara vertikal
dalam mewujudkan ketahanan nasional.
“Ketahanan Nasional (TANNAS) Indonesia adalah kondisi
dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan Nasional yang
terintergrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemauan
mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datangnya dari luar maupun
dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan
negaraserta perjuangan mencapai tujuan Nasionalnya” (Ghafar, 2018).
Potret
buram rapuhnya ketahanan keluarga dapat diketahui dari maraknya kasus kekerasan
dalam rumah tangga baik antara suami dengan istri maupun orangtua dengan anak,
ketidakharmonisan rumah tangga bahkan perceraian seringkali tak bisa dihindari.
Indonesia menempati ranking teratas
dengan jumlah perceraian tertinggi di dunia. Setidaknya 40 perceraian terjadi
setiap jamnya. Dari data tersebut juga terungkap bahwa sejumlah 70,5 persen nya
adalah gugat cerai (khulu’) dan angka cerai talak 29,5 persen (Taufiqurrahman,
2016). Apabila ketahanan keluarga semakin rapuh, maka akan berpengaruh terhadap
ketahanan individu anak dimana mereka akan menjadi pemimpin penerus bangsa dan
dalam jangka waktu panjang akan berdampak kepada rapuhnya ketahanan nasional.
Menurut perspektif
Islam memandang keluarga sebagai tumpuan utama dan pertama dalam mempersiapkan
generasi penerus peradaban. Setiap keluarga berkewajiban memperkuat ketahanan
keluarganya dengan landasan keimanan dan ketaqwaan, serta kepatuhan dalam
menjalankan nilai-nilai ajaran agama-nya. Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS At Tahrim: 6).
Berdasarkan
semua permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dianggap perlu dibuat
makalah yang berjudul “Interalisasi Nilai-Nilai Agama Islam dalam Keluarga sebagai Pilar Utama
Ketahanan Nasional” Guna menjawab
tantangan membuat musabaqah makalah Al-Qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana Internalisasi nilai-nilai
agama Islam dalam keluarga sebagai pilar utama ketahanan nasional?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui nilai-nilai agama Islam dalam keluarga sebagai pilar utama ketahanan nasional.
D.
Manfaat
Manfaaat yang diharapkan dari hasil
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi Penulis:
Memberi pengetahuan tentang internalisasi nilai-nilai agama Islam dalam
keluarga sebagai pilar utama ketahanan nasional berdasarkan kajian Al-Qur’an.
2.
Bagi Masyarakat : Memberi
solusi alernatif tentang internalisasi nilai-nilai agama sebagai penguat
keluarga dalam menopang ketahanan nasional berdasarkan kajian Al-Qur’an.
3.
Pemerintah
: Menciptakan
kesejahteraan nasional dari tingkatan terkecil (keluarga) hingga negara.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Teori Tentang Keluarga
Sudardja Adiwikarta dkk, berpendapat
bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya
terdapat pada setiap masyarakat didunia (universe) atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam
system sosial yang lebih besar. Bentuk atau pola keluarga yaitu; keluarga inti
(Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak dan keluarga luas (Extended family) adalah keanggotaanya tidak hanya meliputi ayah, ibu dan
anak yang belum berkeluarga, tetapi juga termasuk kerabat lain yang biasanya
tinggal dalam satu rumah tangga bersama (Yusuf, S, 2004).
Menurut
Bens 6 keluarga memiliki lima fungsi dasar, yaitu;
- Reproduksi. Keluarga memiliki tugas untuk mempertahankan populasi yang ada di dalam masyarakat.
b.
Sosialisasi/edukasi. Keluarga menjadi
sarana untuk transmisi nilai, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan
teknik dari generasi sebelumnya ke generasi yang lebih muda.
c.
Penugasan peran sosial. Keluarga
memberikan identitas pada para angotanya seperti ras,
etnik,
religi, sosial ekonomi, dan peran gender.
- Dukungan ekonomi. Keluarga menyediakan tempat berlindung, makanan dan jaminan kehidupan.
- Dukungan emosi/pemeliharaan. Keluarga memberikan pengalaman interaksi sosial yang
pertama bagi anak.
Interaksi yang terjadi bersifat mendalam, mengasuh, dan berdaya tahan sehingga
memberikan rasa aman pada anak.
Pola
hubungan orang tua dan anak antara lain; Overprotection (terlalu
melindungi), permissiveness (pembolehan), Rejection (penolakan), acceptance
(penerimaan), domination (dominasi), submission (penyerahan),
puntiveness/Overdiscipline (terlalu disiplin).
Menurut
Gunarsa (1999), Pengasuhan anak sesuai kelas sosial dan status ekonomi antara
lain:
a.
Kelas ke bawah (Lower Class) cenderung lebih keras dalam “toilet
training” dan selalu menggunakan hukuman fisik, dibandingkan dengan kelas
menengah. Anak-anak dari kelas kebawah cenderung lebih agresif, independen, dan
lebih awal dalam pengalaman seksual.
b.
Kelas menengah (Middle Class) cenderung lebih memberikan pengawasan, dan
perhatiannya sebagai orangtua. Para ibunya merasa bertanggung jawab terhadap tingkah
laku anak-anaknya, dan menerapkan control yang lebih halus. Mereka mempunyai
ambisi untuk meraih status yang lebih tinggi, dan menekan anak untuk mengejar
statusnya melalui pendidikan atau latihan professional.
c.
Kelas atas (Upper Class) cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya
dengan kegiatan-kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan
yang reputasinya tinggi, dan biasanya senang mengembangkan apresiasi
estetikanya
Terwujudnya fungsi keluarga akan
membuat ketahanan keluarga juga terbentuk kuat. Ketahanan keluarga yang
didefinisikan sebagai Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki
keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan
psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan
keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan
kebahagiaan batin akan dapat terbentuk ketika semua fungsi keluarga dapat
berjalan.
B.
Landasan
Teori Tentang Ketahanan Nasional
1. Pengertian
Ketahanan Nasional
Ketahanan
Nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahan , kekuatan nasional dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan dan ancaman baik yang
datang dari dalam maupun dari luar.
Rumusan Ketahanan Nasional sebagai suatu pengertian baku,
sempat diperlukan dalam menghadapi dinamika perkembangan dunia dari masa untuk
dapat dipakai sebagai dasar atau titik tolak untuk
implementasinya/penerapannya, sehingga rumusan Ketahan Nasional harusmempunyai
pengertian baku agar semua warga negara mengerti serta memahaminya.
Adapunpengertian baku yang diperlukan adalah
“Ketahanan Nasional (TANNAS) Indonesia adalah kondisi
dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan Nasional yang
terintergrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemauan mengembangkan
kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam, untuk
menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negaraserta
perjuangan mencapai tujuan Nasionalnya” (Ghafar, 2018).
Dalam pengertian tersebut, Ketahanan Nasional adalah kondisi
kehidupan nasional yang harus diwujudkan. Suatu kondisi kehidupan yang dibina
secara dini dan terus-menerus dansinergik, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan,
daerah dan nasional. Proses berkelanjutanuntuk mewujudkan kondisi tersebut
dilakukan berdasarkan pemikiran geostrategi berupa suatukonsepsi yang dirancang
dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan konstelasigeografi
Indonesia. Konsepsi tersebut dinamakan Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia
Ketahanan
Nasional (TANNAS) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa indonesia yang
meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi. Ketahanan
nasional berisi keuletan dan ketangguhan
yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, dan gangguan baik yang
datang dari luar maupun dari dalam dan untuk menjamin identitas, integritas,
kelangsungan hidup bangsa dan Negara, serta perjuangan mencapai tujuan
nasional.
2.
Sifat Ketahanan Nasional Indonesia
Ketahanan
Nasional memiliki sifat yang terbentuk dari nilai-nilai yang terkandung
dalamlandasan dan asas-asasnya yaitu:
a. Mandiri
Ketahanan
Nasional bersifat percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dengankeuletan
dan ketangguhan yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah serta bertumpu
padaidentitas, integritas dan kepribadian bangsa. Kemandirian (independent) ini
merupakan prasyaratuntuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dalam
perkembangan global (interdependent).
b. Dinamis
Ketahanan
Nasional tidaklah tetap, melainkan dapat meningkatkan ataupun menuruntergantung
pada situasi dan kondisi lingkungan strategisnya. Hal ini sesuai dengan hakikat
danpengertian bahwa segala sesuatu di dunia ini senantiasa berubah dan
perubahan itu senantiasaberubah pula. Oleh karena itu upaya peningkatan
Ketahanan Nasional pencapaian kondisikehidupan Nasional yang lebih baik.
c. Wibawa
Keberhasilan
pembinaan Ketahanan Nasional Indonesia secara berlanjut danberkesinambungan
akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa yang dapat menjadifaktor yang
diperhatikan pihak lain. Makin tinggi tingkat ketahanan nasional Indonesia,
makintinggi pula nilai kewibawaan nasional yang berarti makin tinggi pula
kewibawaan yang berartimakin tinggi tingkat daya tangkal yang dimiliki bangsa
dan negara Indonesia
d. Konsultasi dan Kerjasama
Konsepsi
Ketahanan Nasional mengutamakan pada sikap konsultatif dan kerjasama .serta
saling menghargai dengan menganalkan pada kekuatan moral dan
kepribadianbangsa.Pengaruh Aspaek Ketahanan Nasional pada Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara.
Kondisi
kehidupan nasional merupakan pencerminan Ketahanan Nasional yang mencangkup
aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan,
sehingga Ketahanan Nasional adalah kondisi yang harus dmiliki dala semua aspek
kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara dala wadah NKRI yang dilandasi
oleh landasan idiilpancasila, landasan konstitusional UUD 1945,dan landasan
visional Wawasan Nusantara.
C.
Pembahasan
Internalisasi Nilai Agama Islam dalam Keluarga sebagai Pilar Ketahanan Nasional
Thomas
Lickona (1992) mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-tanda yang menunjukkan
akan kehancuran suatu bangsa sebagai akibat rapuhnya ketahanan keluarga, yaitu
: 1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, 2) penggunaan bahasa dan
kata-kata yang memburuk, 3) pengaruh peer-group
yang kuat dalam tindak kekerasan, 4) meningkatnya perilaku merusak diri,
seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, 5) semakin kaburnya pedoman
moral baik dan buruk, 6) menurunnya etos kerja, 7) semakin rendahnya rasa
hormat kepada orang tua dan guru, 8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan
warga negara, 9) membudayanya ketidakjujuran dan 10) adanya rasa saling curiga
dan kebencian diantara sesama. Sepuluh tanda-tanda tersebut telah ditemukan
pada remaja dan pemuda Indosesia saat ini dan berpenggaruh terhadap rapuhnya
ketahanan nasional
Berdasarkan
hal tersebut diatas, rekonstruksi pondasi ketahanan nasional melalui perwujudan
ketahanan keluarga sangat penting dilakukan. Ketahanan keluarga dapat dicapai
bila mampu memenuhi lima aspek, antara lain sebagai berikut:
Pertama,
Internalisasi nilai-nilai agama akan mampu membentengi anggota keluarga dari
perilaku hedonis/materialistis dan bahkan ideologi radikal. Orang tua
menjalankan fungsi sosialisasi berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Bila anak
sudah memiliki pondasi nilai-nilai agama yang kuat, maka ia tidak akan mudah
terpengaruh oleh nilai-nilai menyimpang yang datang akibat teknologi dan
globalisasi.
Dalam
perspektif Islam memandang keluarga sebagai tumpuan utama dan pertama dalam
mempersiapkan generasi penerus peradaban. Setiap keluarga berkewajiban
memperkuat ketahanan keluarganya dengan landasan keimanan dan ketaqwaan, serta
kepatuhan dalam menjalankan nilai-nilai ajaran agama-nya. Allah berfirman dalam
QS At Tahrim: 6.
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS Attahriim:6)
Kedua,
Kemandirian Ekonomi baik dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Dalam Islam, seorang ayah berkewajiban untuk mencari nafkah yang halal bagi
keluarganya, sebab nafkah yang haram bisa memberikan dampak yang negatif bagi
anak.
Ketiga,
Kepekaan Sosial yang tinggi. Berlandaskan ketaqwaan kepada Allah, pembentukan
karakter yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi akan mudah dilakukan.
Dimulai dengan melatih sikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat
perhatian terhadap masalah-masalah sosial, memperhatikan dan menghargai hak
sesama, mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, dan
seterusnya.
Keempat,
Ketangguhan Menghadapi konflik. Menurut Gillin, konflik adalah bagian dari
proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan. Artinya, konflik adalah
bagian dari proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan baik
fisik, emosi, kebudayaan, dan perilaku. Atau dengan kata lain konflik adalah
salah satu proses interaksi sosial yang bersifat disosiatif. Keluarga yang
mampu menghadapi konflik (melakukan menajemen konflik) akan menjadi keluarga
yang tangguh.
Kelima,
Kemampuan Menyelesaikan Masalah. Bila terjadi masalah dalam keluarga maka yang
seharusnya dilakukan adalah menghadapinya. Keluarga yang sarat dengan
nilai-nilai agama harus meyakini bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.
Masalah yang menimpa keluarga tidak boleh dihadapi dengan sikap putus asa,
sebab putus asa termasuk dalam perbuatan yang tidak disukai oleh Tuhan
(Imanulhaq, 2017).
Menurut
Elfata (2016), Pendidikan keluarga yang baik adalah: pendidikan yang memberikan
dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan dengan nilai-nilai agama
Islam yang kuat. Oleh karena itu ada beberapa nilai-nilai agama yang sangat
penting untuk diberikan orang tua, diantaranya:
1.
Pendidikan
Akidah
Pendidikan
Islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan akidah islamiyah, dimana
akidah itu merupakan inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan
kepada anak sejak dini. Sejalan dengan firman Allah yang berbunyi:
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata
kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran padanya: ‘Hai anakku janganlah
kamu mempersekutukan Alloh benar-benar merupakan kedlaliman yang besar’,” (Q.S. Luqman:13).
Ayat
tersebut menjelaskan bahwa akidah harus ditanamkan kepada anak yang merupakan
dasar pedoman hidup seorang muslim, sehingga generasi Islam yakin hanya Allah
satu-satunya Tuhan jangan sampai disekutukan dengan sesuatu yang duniawi..
2.
Pendidikan
Ibadah
Aspek pendidikan ibadah ini
khususnya pendidikan shalat disebutkan dalam firman Allah:
‘’Hai anakku, dirikanlah shalat dan
suruhlah manusia untuk mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan
munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya hal yang
demikian itu termasuk diwajibkan oleh Alloh,’’(QS. Luqman:17).
Pendidikan
dan pengajaran Al Qur’an serta pokok-pokok ajaran islam yang lain telah
disebutkan dalam Hadis yang artinya: ’’Sebaik-baik
dari kamu sekalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan kemudian
mengajarkannya,’’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Penanaman
pendidikan ini harus disertai contoh konkret yang masuk pemikiran anak,
sehingga penghayatan mereka didasari dengan kesadaran rasional. Dengan demikian
anak sedini mungkin sudah harus diajarkan mengenai baca dan tulis kelak menjadi
generasi Qur’ani yang tangguh dalam menghadapi zaman.
3.
Pendidikan
Akhlakul Karimah
Orang tua mempunyai kewajiban untuk
menanamkan akhlakul karimah pada anak-anaknya, dan pendidikan akhlakul karimah
sangat penting untuk diberikan oleh orang tua kepada anak-anknya dalam
keluarga, sebagai firman Alloh yang berbunyi:
“Dan sederhanakanlah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu dan sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah
suara himar,”( QS.Luqman:19 )
Dari ayat
ini telah menunjukkan dan menjelaskan bahwa tekanan pendidikan keluarga dalam
islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal
yang baik, menghormati orang tua, bertingkah laku sopan baik dalam berperilaku
keseharian maupun dalam bertutur kata.
Aqidah
yang lurus, Ibadah yang benar dan pekerti yang luhur, adalah komponen dasar
membangun generasi penuh berkah, generasi madaniy yang kelak dewasanya akan
tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, teguh dalam kebenaran dan tak gentar dalam
menentang kebathilan. Umar bin Khatab, seorang bijak yang hidup di abad ke 7
masehi, memberikan pernyataan yang sangat terkenal: “Didiklah anak-anakmu
sesuai zamannya, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan
zamanmu.” Suatu pernyataan yang seolah sangat sederhana, tetapi memiliki
aplikasi yang cukup rumit di dalam pelaksanaannya. Jangankan kita membandingkan
dengan kondisi sekitar 14 abad yang lampau, dengan 40-50 tahun yang lampau saja
dengan kondisi di Indonesia saat ini, tantangan di dalam membesarkan dan mendidik
anak-anak sangatlah berbeda (Elfata,
2016).
Dengan
demikian, Islam adalah satu-satunya agama sekaligus sebuah pandangan hidup yang
unik. Selain memiliki serangkaian tatanan ibadah, Islam juga memiliki
solusi-solusi jitu dalam menyelesaikan segala permasalahannya. Perangkatnya
begitu lengkap mulai dari mengurusi masalah akidah dan ibadah, kehidupan rumah
tangga, bertetangga, berekonomi, berpolitik, penyelenggaraan negara, militer,
pendidikan, politik luar negri termasuk pengaturan pergaulan laki-laki dan perempuan
dalam sistem sosial.
Dalam
islam keluarga merupakan tumpuan yang utama dan pertama dalam mempersiapkan
generasi penerus peradaban. Setiap individu yang berkeluarga pasti mendambakan
keluarga yang sakinah. Keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu memberikan
ketenangan, ketentraman dan kesejukan yang dilandasi oleh iman dan taqwa, serta
dapat menjalankan syariat Islam dengan sebaik-baiknya.
Jika aspek-aspek
diatas dapat dipenuhi, niscaya ketahanan keluarga akan tercapai.
Ketahanan keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang positif dalam
kehidupan masyarakat dan Negara (ketahanan nasional). Tidak dapat dipungkiri,
kasus-kasus yang menimpa keluarga seperti perceraian, kekerasan terhadap anak,
carut-marut pendidikan (putus sekolah), kejahatan seksual, pencemaran
lingkungan, dan masih banyak lagi masalah lainnya terjadi karena kesalahan
keluarga dalam menjalankan fungsi. Kurangnya kasih sayang keluarga menyebabkan
anak-anak tumbuh tanpa pengawasan, bahkan pembiaran dari orangtua.
Setiap keluarga muslim berkewajiban
memperkuat ketahanan keluarganya masing-masing. Allah berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman !
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan“ (at-Tahrim : 6).
Selain itu
melalui internalisasi nilai-nilai agama Islam dalam keluarga, untuk mewujudkan
keberhasilan Ketahanan Nasional diperlukan kesadaran setiap warga Negara Indonesia,
yaitu :
1. Memiliki semangat perjuangan bangsa
dalam bentuk Perjuangan Non Fisik yang berupakeuletan dan ketangguhan yang
tidak mengenal menyerah yang mengandung kemampuanmengembangkan kekuatan nsional
dlam rngka menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatandan gangguan baik yang
atang dari luar maupun dari dalam, untuk mejamin identitas
integritas,kelangsngan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan
nasional.
2. Sadar dan peduli terhadap
pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek ideologi, politik,ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan dan keamanan, sehingga setiap warga negara indonesiabaik
secara individu maupun kelompok dapat mengeliminir pengaruh tersebut, karena
bangsaindonesia cinta damai akan tetapi lebih cinta kemerdekaan. Hal tersebut
tercermin akan ada nyakesadaran Bela Negara dan cinta tanah air.Apabila setiap
warganegara indonesia memiliki semangat peruangan bangsa dan sadrpeduli
terhadap pengarh yang timbul dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta
dapatmengeliminir pengaruh-pengaruh tersebut, maka akan tercermin keberhasilan
KetahananNasional Indonesia. Untuk eujudkan Ketahanan Nasional dperlukan suatu
kebijakan umum danpengabil kebijakan yang disebut Politik dan Straregi Nasional
(Polstrnas).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan
hasil uraian pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Keluarga merupakan unit sosial terkecil
yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat didunia (universe) atau suatu sistem sosial yang
terpancang (terbentuk) dalam system sosial yang lebih besar.
2. Ketahanan Nasional (TANNAS)
Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek
kehidupan Nasional, berisi keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan
kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan baik yang datangnya dari luar maupun dari dalam.
3. Internalisasi
nilai-nilai agama Islam sebagai pilar utama ketahanan nasional meliputi
penanaman orangtua terhadap pendidikan akidah, pendidikan ibadah, dan
pendidikan akhlakul karimah kepada anak. Jika ketahanan keluarga tangguh, maka
akan akan terwujud ketahanan nasional.
B.
Saran
Setelah
mengetahui pentingnya internalisasi nilai-nilai agama dalam keluarga sebagai
pilar ketahanan nasional, maka penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:
1. Makalah
ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan membawa perubahan kepada masyarakat
tentang internalisasi nilai-nilai agama dalm keluarga sebagai pilar terwujudnya
ketahanan nasional.
2. Keluarga
dan Pemerinah diharapkan bisa bekerjasama demi mewujudkan ketahanan nasional
melalui penanaman nilai-nilai agama khususnya Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Elfata,
Azma Ulya. 2016. Penguatan Peran Keluarga
dalam Pendidikan Anak di Era Digital. http://www.dakwatuna.com.
Diakses tanggal 20 Februari 2018 pukul 09.30 WIT
Ghafar,Alfan.
2018. BAB III Ketahanan Nasional. https://www.scribd.com.
Diakses tanggal 02 Maret 2018 pukul 12.15 WIT
Imanulhaq, Maman. 2017. Menanamkan Nilai-Nilai Agama,Mewujudkan Ketahanan Keluarga. http://www.kompasiana.com. Diakses tanggal 02 Maret 2018 pukul 12.15 WIT
Lickona T. 1992. Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and
Responsbility. New York : Bantam Books.
Taufiqurrahman. 2016. Ketahanan Keluarga Pilar Utama Ketahanan
Nasional. http://www. sultrakini.com. diakses tanggal 20 Februati 2018 pukul 09.30 WIT
Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya